Tampilkan postingan dengan label pengetahuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengetahuan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 November 2012

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG SEPTEMBER 2011

Posted by with No comments

UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
Program Studi DIII Kebidanan
Skripsi   September 2011

Lia Komalasari

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG SEPTEMBER 2011

xvi + 56 halaman + 6 lampiran + 3 tabel

ABSTRAK

Penggunaan kontrasepsi suntik adalah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan. Jenis kontrasepsi adalah 25 mg depomedroksiprogesteron asetat dan 5 mg sipionat yang diberikan secara injeksi im. Tujuan peneltian ini untuk menegetahui hubungan anatara pendidikan dan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan di puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2011. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik accidental sampling. Sample dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memakai kontrasepsi di puskesmas Ariodillah Palembang yang berjumlah 85 respondent data ini dianalistis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji ehi-square dengan teknik komputerisasi. Hasil penelitian analisis univariat di dapatkan yang berpendidikan (≥SMA) sebanyak 42 orang (49,4%) sedangkan yang berpendidikan (<SMA) sebanyak 43 orang (50,6%), sedangkan respondent dengan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan yang pengetahuannya baik sebanyak 38 orang (44,7%) dan respondent dengan pengatahuan kurang baik sebanayk 47 orang (55,3%) dan ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan sebanayk 40 orang (47,1%) dan yang menggunakan kontrasepsi selain KB suntik 3 bulan sebanyak 45 orang (52,9%).
Dari analisis bivariat dengan chi-square menghasilkan hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, dengan nilai p value = 0,013 < 0,05 dan hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan nilai p value = 0,019 < 0,05. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, disarankan kepada petugas kesehatan terutama bidan agar lebih meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi suntik KB hingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menjadi akseptor KB.

Daftar Pustaka          : 13 (2004-2010)
Kata kunci     :KB

Untuk skripsi hubungi kami rentalsinarmas@gmail.com




Sabtu, 04 Februari 2012

“Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Rumah Sakit Myria Palembang pada Tahun 2011”

Posted by with No comments




BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau alami seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. (Hidayat, 2006).
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu melalui perantara. Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia. Dari urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai Pengobatan, diare hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 (tiga) penyebab utama masyarakat berkunjung ke Puskesmas. (Widjaja, 2001)
1
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita yaitu status kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran, algae dan lain-lain), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain (Beaglehole, 2007).
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi  faktor pendorong  terjadinya diare,  terdiri dari factor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang  menyebabkan meningkatnya  kerentanan terhadap diare,  diantaranya  tidak memberikan ASI  selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan  perilaku manusia. Apabila  faktor  lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan  perilaku manusia  yang tidak sehat pula,  maka  penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005)
 Data yang menunjukkan angka kematian akibat diare menurut Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) yaitu Negara India sebanyak 122.270 balita, Nigeria 49.974 balita, DR Congo sebanyak 30.444 balita, Ethiopia sebanyak 27.424 balita, China sebanyak 27.349, Pakistan sebanyak 19.933 balita, Afghanistan sebanyak 17.992 balita, Bangladesh sebanyak 15.382 balita, Indonesia sebanyak 12.970 balita, Angola sebanyak 11.229 balita dan Nigeria sebanyak 10.884 jiwa (Sofwan, 2010).
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa (Piogama, 2009)
Jumlah kasus diare  di Sumatera Selatan pada tahun 2008 sebanyak 186.479 kasus dan pada tahun 2009 sebanyak 205.991 kasus. Jumlah kasus diare pada balita setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Sumsel, 2010).         
Jumlah penderita diare di Kota Palembang jumlah penderita pada tahun 2007 sebanyak 46.738 penderita dengan prevalensi 33,25 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebanyak 33.558 penderita dengan prevalensi 23,68 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2009 sebanyak 54.612 penderita dengan prevalensi 37,95 per 100.000 penduduk (Dinkes Kota Palembang, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Myria Palembang di peroleh data bahwa jumlah penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 736 balita, pada tahun 2009 sebanyak 921 balita dan pada tahun 2010 sebanyak 930 balita.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis banyaknya jumlah penderita diare yang dirawat di Rumah Sakit Myria adalah disebabkan kurangnya pengetahuan ibu mengenai perilaku hidup bersih, kurangnya kebiasaan mencuci tangan pada balita, kebersihan alat-alat makan balita serta kebersihan makanan pada balita
selengkapnya klik disini