Sabtu, 04 Februari 2012

“Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Rumah Sakit Myria Palembang pada Tahun 2011”

Posted by with No comments




BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau alami seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. (Hidayat, 2006).
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu melalui perantara. Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia. Dari urutan penyebab kunjungan Puskesmas/ Balai Pengobatan, diare hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 (tiga) penyebab utama masyarakat berkunjung ke Puskesmas. (Widjaja, 2001)
1
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita yaitu status kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran, algae dan lain-lain), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain (Beaglehole, 2007).
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi  faktor pendorong  terjadinya diare,  terdiri dari factor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang  menyebabkan meningkatnya  kerentanan terhadap diare,  diantaranya  tidak memberikan ASI  selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan  perilaku manusia. Apabila  faktor  lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan  perilaku manusia  yang tidak sehat pula,  maka  penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005)
 Data yang menunjukkan angka kematian akibat diare menurut Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) yaitu Negara India sebanyak 122.270 balita, Nigeria 49.974 balita, DR Congo sebanyak 30.444 balita, Ethiopia sebanyak 27.424 balita, China sebanyak 27.349, Pakistan sebanyak 19.933 balita, Afghanistan sebanyak 17.992 balita, Bangladesh sebanyak 15.382 balita, Indonesia sebanyak 12.970 balita, Angola sebanyak 11.229 balita dan Nigeria sebanyak 10.884 jiwa (Sofwan, 2010).
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa (Piogama, 2009)
Jumlah kasus diare  di Sumatera Selatan pada tahun 2008 sebanyak 186.479 kasus dan pada tahun 2009 sebanyak 205.991 kasus. Jumlah kasus diare pada balita setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Sumsel, 2010).         
Jumlah penderita diare di Kota Palembang jumlah penderita pada tahun 2007 sebanyak 46.738 penderita dengan prevalensi 33,25 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebanyak 33.558 penderita dengan prevalensi 23,68 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2009 sebanyak 54.612 penderita dengan prevalensi 37,95 per 100.000 penduduk (Dinkes Kota Palembang, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Myria Palembang di peroleh data bahwa jumlah penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 736 balita, pada tahun 2009 sebanyak 921 balita dan pada tahun 2010 sebanyak 930 balita.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis banyaknya jumlah penderita diare yang dirawat di Rumah Sakit Myria adalah disebabkan kurangnya pengetahuan ibu mengenai perilaku hidup bersih, kurangnya kebiasaan mencuci tangan pada balita, kebersihan alat-alat makan balita serta kebersihan makanan pada balita
selengkapnya klik disini

Pawang Buaya dalam Tinjauan Aqidah Islam (Studi Kasus Masyarakat Pemulutan Ulu dan Pemulutan Ilir Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan)”

Posted by with No comments



 
Pawang Buaya dalam Tinjauan Aqidah Islam (StudiKasus Masyarakat Pemulutan Ulu dan Pemulutan Ilir Kabupaten Ogan Ilir SumateraSelatan)”

A.    Latar Belakang

1
 
Pada umumnya tradisi sejarah di Indonesia terhadap kepercayaan dengan legenda bermula dalam lingkungan keraton (istana sentries) di mana hasilnya dikenal dengan sejarah tradisional (historiografi tradisional). Dalam lingkungan keraton terdapat orang yang ahli menuliskan legenda tersebut. Para pujangga menuliskan silsilah keluarga raja, kebijaksanaan raja, hukum maupun karya sastra. Untuk memperkuat tulisannya biasanya para pujangga menggunakan mitos dan legenda dalam tradisi sejarahnya, sehingga tokoh raja dalam tulisannya akan mendapatkan pulung (kharisma) yang diwariskan penguasa sebelumnya. Sebagai contoh adalah legenda keagamaan berisi tentang cerita orang-orang yang dianggap suci atau saleh dengan tambahan segala macam keajaiban, kesaktian dan benda-benda keramat, sepert Wali Songo, Sunan Kali Jaga, Syekh Siti Jenar juga     legenda alam gaib yang berhubungan dengan kepercayaan dan takhayul yang di percaya masyarakat sekitar, biasanya menceritakan tentang hantu, genderewo, sundel bolong atau mahluk jadi-jadian dan juga legenda lokal yaitu cerita tentang asal mula terjadinya (terbentuknya) nama suatu tempat, danau, gunung, bangunan misalnya cerita terbentuknya Danau Toba[1].
Sumatera Selatan, sebagai daerah yang dipenuhi rawa-rawa dan dilewati banyak sungai, memiliki populasi buaya yang cukup banyak dan penampakan buaya merupakan hal biasa. Bahkan di kalangan masyarakat dikenal pula ilmu buaya, yakni ilmu hitam, yang mana pemiliknya akan berubah menjadi buaya kalau sudah meninggal dunia. Demikian juga warga di desa Pemulutan, Kecamatan Ogan Ilir, Sumatera selatan. Mereka sangat percaya dengan legenda-legenda mengenai buaya. Selain itu ilmu buaya masih banyak dikuasai masyarakat Pemulutan dan bahkan ada yang menjadi pawang buaya.[2]
Kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang gaib dewasa ini semakin marak terutama terapi pengobatan lewat makhluk halus seperti jin dan hal-hal yang berbau mistik lainnya. Mereka menyebutkan sebagai pengobatan alternatif, atau juga sebagai pengobatan supranatural. Sebutan boleh berbeda-beda, namun hakikatnya tetap sama, sama-sama menyimpang dan merusak aqidah Islam yang benar.


[1] Irawan, Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia, (http://www.wacananusantara.org /content/view/category/99/id/272?mycustomsessionname=a68737f0017a3a797952fdff69d4787b, online.  diakses tanggal 26 April 2011)
[2] Anand, Legenda Raja Buaya Sumatera Selatan, (http://pempek-dos.blogspot.com/, online. diakses tanggal 30 Maret 2011)

Mau yang Lengkap klik disini

faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian hipertensi

Posted by with No comments

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hipertensi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolic melebihi 140/90 mmHg atau normalnya 120/80 mmHg. (Sudarmoko, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Pada abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang.
Menurut data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di Cina sebanyak 98,5 juta orang mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025.
Di Indonesia mencapai 17-21% dari populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization), dari 50% penderita hipertensi yang terdeteksi hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% bisa diobati dengan baik. Tercatat 90% atau lebih penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Sisanya 10% atau kurang adalah penderita hipertensi yang disebabkan penyakit lain seperti ginjal dan beberapa gangguan kelenjar endokrim tubuh. (Muhammadun AS, 2010).
Hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 2007 menunjukkan Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 8,3% per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Menurut muhammadun AS 2010 wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang menduduki peringkat pertama terbanyak di propinsi Sumatera Selatan. Prevalensi penderita Hipertensi pada tahun 2007 adalah 0.49% kasus, ditahun 2008 tercatat sebanyak 0.55% kasus, dan ditahun 2009 tercatat sebanyak 0.53% kasus hipertensi. Diiringi Penyakit Jantung 0,30% kasus, Diabetes Melitus 0,28% kasus. (Dinkes Sum-Sel, 2010 ).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Palembang penderita hipertensi dengan proporsi penderita hipertensi pada tahun 2008 berjumlah 17278 dan pada tahun 2009 penderita hipertensi berjumlah 20994 dan pada tahun 2010 penderita hipertensi berjumlah 21616. (Dinkes kota palembang tahun 2011).

Menurut data rumah sakit RSUP.Dr.Mohammmad Hoesin Palembang, yang mempunyai angka kejadian hipertensi pada rawat jalan berjumlah 4389 pada tahun 2008, dan  pada tahun 2009 berjumlah 352 pada tahun 2010 berjumlah 759, pada bulan januari-mei 2011 berjumlah 214.  (RSUP.Dr.Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011).
Dari data diatas diketahui bahwa penyaki hipertensi di RSUP.Dr.Mohammad Hoesin Palembang adalah masih merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, oleh kerena itu penelit tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penyakit hipertensi, maka rumusan masalah dalam  penelitian ini adalah masih tingginya angka kejadian penyakit hipertensi pada Januari-Mei 2011 berjumlah 214 yang berobat rawat jalan di RSUP.Dr.Mohammad Hoesin  Palembang.

Kamis, 02 Februari 2012

Asuhan Keperawatan Gangguan Imunologi : Febris

Posted by with 1 comment






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, biasanya dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. (Guyton, Arthur C. 1990 ; 647). Menurut Wibowo. H (1995 ; 12) demam adalah suhu tubuh di atas 37,2 OC.
Suhu dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang hilang oleh tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu.
Sejak lama demam merupakan suatu pertanda adanya gangguan kesehatan terutama pada anak-anak sekitar 10-15 % (Ngastiyah, 2005; 165). Tidak jarang demam yang terjadi tidak diketahui penyebabnya. Pada tahun 1985-1989 dari 199 kasus demam yang disebabkan karena infeksi 22,5% dan non infeksi 7%, penyakit vaskuler kolagen 21,5% (Wibowo, H. 1995: 103).
Data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit RK Charitas, pada tahun 2008 penderita demam dengan usia 45-65 tahun  sebanyak 58 orang yang terdiri dari penderita laki-laki sebanyak 24 orang dan perempuan sebanyak 34 orang.
1
Secara normal, panas diproduksi tubuh melalui proses metabolisme, aktivitas otot dan sekresi kelenjar. Produksi panas dapat meningkat atau menurun, dipengaruhi oleh suatu sebab seperti karena suatu penyakit. Suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu perawat perlu membantu klien apabila mekanisme homeostasis tubuh untuk mengontrol suhu tubuhnya tidak mampu menanggulangi perubahan suhu tubuh tersebut secara efektif (Asmadi, 2008; 155)
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang demam (Febris), maka penulis mengambil kasus Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.’Y’ dengan Gangguan Sistem Imunologi : Febris  di Pavilyun Lukas II  Rumah Sakit RK Charitas Palembang.

B.     Ruang Lingkup Masalah
Sehubungan keterbatasan waktu, pengalaman, pengetahuan serta keterbatasan sumber yang ada, maka penulis hanya membatasi ruang lingkup pada Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. “Y” dengan Gangguan Sistem Imunologi;  Febris  yang dirawat di Pavilyun Lukas II  di Rumah Sakit RK Charitas Palembang pada tanggal 29 Agustus 2009 sampai dengan 31 Agustus 2009.
selengkapnya Download disini

Kelenjar prostat /Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

Posted by with 1 comment


 
Kelenjar Prostat / Benigna Prostate Hyperplasia BPH
A.    Latar Belakang Masalah
             Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penyakit ini juga dikenal sebagai Benigna Prostate Hyperplasia (BPH), dimana kelenjar periuretral mengalami hyperplasia, sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah.
       Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada lelaki 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan tanda klinis (Wimde Jong. 2004).
Para penderita BPH, jika tidak segera di tangani akan menimbulkan berbagai komplikasi. yang sangat berbahaya. Selain itu gangguan prostat selanjutnya dapat mengakibatkan timbulya kanker prostat yang merupakan salah satu bentuk penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.
Berbagai bentuk penatalaksanaan penderita BPH juga memiliki resiko yang tak kalah pentingnya untuk di perhatikan, karena pada ummnya penderita BPH di indikasikan untuk menjalani pembedahan yang mempunyai dampak pada status kesehatannya.

 
Salah satu bentuk pembedahan pada penderita BPH adalah prostatektomi suprapubis, yang merupakan operasi terbuka dengan reseksi suprapubis. Kelenjar prostat di angkat dari urethra lewat kandung kemih.

 Setelah operasi ditempatkan suatu bahan hemostatik pada fosa prostat dan urin akan dialirkan dengan kateter foley atau pipa cytostomy. Hemoragi dan infeksi merupakan komplikasi utama yang harus di waspadai setelah pembedahan.
Di amerika serikat setiap tiga menit terdapat satu penderita baru kanker prostat. Meskipun di Asia masih terbilang rendah, kanker prostat tidak dapat dianggap remeh (Male Emporium, juni 2005).
       Di Palembang khususnya Rumah Sakit RK. Cha

download lengkap disini