Minggu, 07 Januari 2024

Konsep Ajaran Syekh Abdul Qodir al-Jailani

Posted by with No comments

 Pemikiran sufistik al-Jailani banyak berorientasi pada masalah-masalah moral dan ketuhanan (teologis) yang bersumber pada syariat Islam (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) baik secara zahir maupun batin. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ali al-Hitti, bahwa tarekatnya adalah tauhid semata yang disertai kehadiran dalam sikap sebagai hamba Tuhan. Sementara mengenai karakteristik tarekatnya, Abdi bin Musafir berkomentar, bahwa tarekatnya adalah kepasrahan kepada alur-alur ketentuan Tuhan yang persepakatan dengan kalbu maupun jiwa (ruh), intergrasi batin dan lahir, pensucian diri dari tabiat-tabiat jiwa. 

Kondisi sosial politik pada masa al-Jailani ditandai dengan kekacauan pemerintahan yang berwujud dehumanisasi dan despiritualisasi. Lantas dari  kalangan ulama’ memutuskan untuk hidup sufi dan menyeru ke jalan yang satu,  yaitu memegang erat tauhid. Maka dalam kaitan inilah al-Jailani sangat lantang menyeru kepada pemurnian tauhid dan menganggap remeh selain Allah. Ia pun secara tegas mengkritik para pembesar kerajaan, termasuk orang-orang yang menumpuk harta dengan jalan yang ilegal, koruptor dan menuding kelemahan-kelemahannya: 

“Engkau bersandar kepada dirimu dan semua ciptaan, kepada harta kekayaanmu, penguasa negerimu, setiap orang yang engkau sandari adalah rusak, semua orang yang engkau takuti dan kau harapkan juga rusak. Dan setiap orang yang kau lihat dalam keadaan bahagia dan sengsara juga akan rusak.” 

“Wahai hati yang mati! Wahai orang yang musyirk! wahai para penyembah berhala, penyembah kehidupan dan harta, pengabdi para sultan kerajaan! ketahuilah, mereka itu ditutupi oleh Allah Azza wajalla. Barang siapa yang menganggap bahwa bahagia dan nestapa itu dari selain Allah, maka mereka itu bukan hamba-Nya”. 

Mengenai seruan tauhid, al-Jailani pada bagian pertama pada konsepsi wacananya sudah memberi wawasan, bahwa tiga hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang mukmin adalah menjaga perintah Allah, menghindar dari segala yang haram dan rela dengan takdir. Dalam wacana kedua ia menuturkan: 

“Ikutilah sunnah rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid’ah, patuhilah selalu Allah dan rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggilah tauhid dan jangan menyekutukan-Nya, sucikanlah senantiasa ……” 

Dalam konsepsi kemurnian tauhid dan penafian syirik ia mempunyai pandangan yang sangat mendalam. Misalnya dalam wacana ketujuh dari Futuh al-Ghaib disebutkan: 

“…… Jangan sekutukan Dia dengan sesuatu apapun, jangan berkehendak diri agar tak tergolong orang-orang musyrik”. Menurutnya, kesyirikan tidak hanya penyembahan kepada berhala saja, tetapi pemujaan nafsu jasmani dan menyamakan segala sesuatu yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah, juga tergolong syirik. Sebab selain Allah adalah bukan Tuhan, dan menenggelamkan diri pada sesuatu selain Allah berarti menyekutukan Tuhan. 

Dalam bidang akidah al-Jailanai mendalaminya dari beberapa guru dan ulama besar dan terkenal. Syekh Abdul Qadir al-Jailani mempunyai manhaj yang baik dalam masalah-masalah akidah, yang dapat disimpulkan, Pertama, beliau menjelaskan masalah akidah dengan menggunakan metode bayani yang tepat, ungkapan yang mudah, praktis, sejajar, dan seimbang, yaitu antara misi, gerakan jiwa, dan kecenderungan dalam memberikan penjelasan; Kedua, keteguhannya untuk tidak keluar dari madlul oleh al-Qur’an dan hadis Nabi dalam menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Swt; Ketiga, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyebutkan berkali-kali bahwa akidahnya adalah akidah salaf dan meminta kepada Allah Swt agar mematikannya menjadi imam madzab Ahlu Sunnah wal-Jamaah;

Keempat, menolak penakwilan para mutakallimun Said bin Musfir, 2005; 43-49). Seperti biasanya, manhaj-nya adalah menolak penakwilan selama pengambilan dalilnya bias dilakukan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah; Kelima, menahan diri dari sesuatu yang tidak disebutkan Allah Swt. Di dalam kitabullah dan Sunnah rasul-Nya, baik dari sisi penetapan maupun penolakan; Keenam, menentang ilmu kalam. Di antara prinsip dalam manhaj Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah menjelaskan akidah dengan cara menolak ilmu kalam dan tidak bersandar kepadanya, karena dia melihat bahwa ilmu kalam adalah sumber kesesatan yang menjerumuskan kaum di dalamnya. 

0 Reviews:

Posting Komentar

Silahkan tinggal pesan, dilarang SPAM, SARA dan Melanggar Hukum