Sabtu, 06 Januari 2024

MAZHAB DALAM PERSPEKTIF PERBANDINGAN ( Memahami Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Perbandingan Mazhab )

Posted by with No comments

 Oleh : Sumario


PENDAHULUAN

 

Sebagaimana agama-agama lainnya, agama Islam juga sering menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada para pemeluknya. Hal ini mengakibatkan munculnya berbagai aliran, paham, ajaran, mazhab atau sekte dalam agama Islam. Sebelum munculnya agama Islam, individu terikat pada pandangan dan konsepsi mereka sendiri, sebagaimana mereka mengikuti tradisi-tradisi para pendahulu mereka dalam hal tindakan yang mereka lakukan, bahkan dalam hal keyakinan yang mereka anut.

Hukum Islam merupakan hukum yang sangat dinamis dan fleksibel, dapat disesuaikan dengan tempat dan waktu  (shalih likulli makan wa likulli jaman). Ketika nabi Muhammad masih hidup, tidak ada permasalahan metodologis dalam menyikapi realitas sosiologis karena adanya interaksi Nabi dengan para sahabatnya. Hal ini karena adanya dinamika  perkembangan hukum Islam secara langsung dapat menimbulkan pertanyaan dan jawaban dengan nabi. Hal ini berubah setelah Nabi Muhammad SAW  meninggal, teman-temannya menghadapi banyak masalah baru dan perlu untuk mendapatkan legalitas syariah[1].

Berbicara mengenai Fiqih, akan ditemukan perdebatan yang sangat luas dalam bidang ini, baik dalam pendefinisian hukum maupun dalam praktik sehari-hari. Banyaknya perbedaan pendapat antar ulama dalam penentuan hukum, akan menjadi dasar untuk membandingkan hasil ijtihadnya. Membandingkan hasil ijtihad para fuqaha dikenal dengan istilah perbandingan mazhab. Perbandingan mazhab merupakan pendapat para mujtahid dalam mendefinisikan berbagai permasalahan hukum dan hikmah Islam.

Perbandingan mazhab bukanlah semata-mata untuk menilai yang satu lebih baik dari yang lain. Melainkan, perbandingan mazhab menjadi sebuah upaya intelektual untuk merinci pengertian, ruang lingkup, dan tujuan dari mazhab-mazhab tersebut. Selain itu, perbandingan madzhab juga bertujuan untuk menelusuri dalil-dalil yang merupakan sumber rujukan utama, yakni Al-Quran dan Sunnah. Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa kewajiban kita bukanlah mengikuti pandangan satu madzhab tertentu, melainkan mengikuti dalil-dalil yang diakui sebagai sumber hukum oleh para ulama madzhab.

Pentingnya studi perbandingan mazhab terletak pada kemampuannya untuk mengungkap keragaman pandangan dan nilai-nilai yang diusung oleh berbagai mazhab, serta dampaknya terhadap praktik keagamaan dan keragaman sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk melakukan kajian mendalam terhadap pengertian, ruang lingkup, serta tujuan dari perbandingan mazhab, dengan fokus pada kerangka pemikiran teologis yang mereka wakili.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang aspek-aspek ini, diharapkan bahwa kita dapat mendorong dialog yang lebih baik antara mazhab-mazhab yang berbeda dan menghargai kekayaan budaya dan intelektual yang mereka bawa. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi pembaca yang sedang mempelajari aspek-aspek agama dalam konteks perbandingan mazhab.

  

        PENGERTIAN MAZHAB DAN PERBANDINGAN MAZHAB

      Pengertian Mazhab

Dari segi etimologi, istilah "mazhab" berasal dari bentuk dasarnya, yakni kata "dzahaba," yang memiliki makna "pergi." "Mazhab" merupakan bentuk isim makan dari kata tersebut dan juga dapat diartikan sebagai isim zaman, sehingga mengandung makna "jalan atau tempat untuk berjalan, atau waktu untuk berjalan."[2]

Pengertian mazhab menurut istilah mencakup dua hal:

(a)   Mazhab adalah suatu cara berpikir atau cara yang ditempuh oleh seorang imam mujtahid untuk menentukan hukum suatu peristiwa berdasarkan suatu perintahan dan hadis,

(b)   Mazhab pemikiran adalah fatwa atau pendapat imam mujtahid tentang hukum peristiwa Al-Qur'an dan hadis. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah merupakan landasan pemikiran atau landasan Imam Mujtahid yang paling penting dalam menyelesaikan permasalahan atau melaksanakan hukum Islam [3].

Sejalan dengan pendapat dari halaqah  Manbaul Maarif di pesantren Jombang yang menghasilkan tentang pengertian madzhab yang salah satunya menjelaskan bahwa madzhab mempunyai dua model  yaitu  manhaji dan qauli. Mujtahid menggunakan Manhaji melalui metode penggalian (istinbath) ajaran hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Sedangkan qauli merupakan hasil istinbat yang disusun dengan metode manhaj para mujtahid[4].

Ada berbagai mazhab dalam fiqh yang melakukan ijtihad terkait hukum Islam. Dalam konteks ini, fokusnya adalah pada semua masalah far’iyyah. Tidak ada perbedaan di antara seluruh mazhab fiqh dalam hal-hal esensial dalam hukum Islam, tanpa memandang satu aspek mana pun. Teks ini mencerminkan bahwa tidak ada aliran tetap dalam Islam. Namun, karena adanya keadaan yang mendesak, para ahli fiqh terdorong untuk melakukan berbagai upaya pemikiran hukum guna merumuskan solusi praktis untuk mengatasi problema dengan mudah[5].

Ahmad Djazuli menjelaskan secara lebih terperinci bahwa madzhab merujuk pada aliran-aliran dalam ilmu fiqih yang muncul akibat perbedaan pendekatan metodologis, yang pada gilirannya menghasilkan perbedaan pandangan dan membentuk kelompok pengikut (murid imam) yang meneruskan ajaran dari imamnya dan akhirnya berkembang menjadi madzhab yang terdefinisi [6].

Mazhab adalah prinsip atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid untuk menyelesaikan masalah atau menerapkan hukum Islam. Ada tiga belas mazhab di kalangan Jumhur, yang berarti telah lahir tiga belas mujtahid. Namun, sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan pengikutnya. Pada periode ini, kelembagaan fikih beserta pembukuannya mulai dikodifikasikan dengan baik, sehingga memungkinkan para pengikutnya semakin berkembang pesat dan kokoh. 

Menurut A. Hasan, Mazhab akan mengikuti hasil ijtihad imam berdasarkan masalah hukum atau prinsip istinbathnya. Awalnya dulu terdapat banyak mazhab di dunia dan yang baru muncul setelah masa tabiin atau pada masa sesudah Nabi Muhammad SAW wafat pada sekitar abad kedua Hijriah. Dan kini mayoritas masyarakat muslim di dunia termasuk di Indonesia mengikuti madzhab besar sunni atau bisa disebut dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau yang sering disingkat sebagai Aswaja dalam kerangka kepercayaan Sunni, terdapat berbagai belasan madzhab yang berbeda. Tetapi, hanya empat di antaranya yang mampu berlanjut atau berkelanjutan, berkat dukungan yang kuat dari pengikut-pengikutnya, perkembangan intelektual yang kuat, serta kekuatan politik yang mereka peroleh, yang pada gilirannya membantu dalam penyebaran ajaran tersebut, pada saat yang sama, aliran-aliran lainnya tidak mampu berkembang secara signifikan dan akhirnya lenyap[7].

 

 

     Pengertian Perbandingan Mazhab

Dalam ilmu fiqh, perbandingan mazhab secara intrinsik melibatkan konsep "muqaranah," yaitu perbandingan pendapat dari beberapa fuqaha. Muqaranah dapat mengandung arti membandingkan atau perbandingan sesuatu dengan sesuatu lainnya atau menghubungkan, mengikatkan sesuatu dengan sesuatu dan menghubungkan, menggandengkan dua pakaian satu benang pakan, menghubungkan sesuatu dengan lainnya serta menghubungkannya dan melekat. Sedang istilah "muqaranah" juga dapat diartikan sebagai proses penggabungan, sebagaimana yang dapat digambarkan ketika seseorang menginstruksikan untuk "menghubungkan dua masalah ini" atau "menggabungkannya bersama."[8].

Syekh Abdul Sami' Ahmad imam Islami al-Maliki (1919-1988), memberikan definisi perbandingan madzhab yaitu mengumpulkan pendapat ulama yang diperselisihkan tentang hukum syara' pada suatu masalah yang bersifat cabang (furu') dengan dalil-dalilnya dan perbandingan antara berbagai dalil hukum, dengan tujuan untuk menjalankan pendekatan ilmiah guna memastikan bahwa pendapat yang diambil didasarkan pada dalil yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, pendapat yang unggul dari segi dalil akan menjadi pilihan yang lebih dianjurkan [9].

Perbandingan mazhab menurut ulama Fiqh adalah:

جمعُ آراءِ الأئمة المجتهدين مع أدلتها فى المسألة الواحدة المختلف فيها و مقابلة هذه الأدلة بعضها مع بعض ليظهر بعد مناقشتها أيّ الأقوال أقوى دليلا

“Mengumpulkan pendapat para Imam Mujtahidin berikut dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan, dan kemudian membandingkan serta mendiskusikan dalil-dalil tersebut satu sama lainnya untuk menemukan yang terkuat dalilnya.”[10]

Jadi, perbandingan mazhab adalah bagaimana mempelajari pendapat-pendapat Fuqaha' beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah. Bagaimana cara membandingkan dalil-dalil tersebut dengan mendiskusikan apa yang dikemukakan oleh mujtahidin, dengan tujuan menemukan pendapat yang memiliki dalil yang paling kuat. Tujuan perbandingan mazhab adalah untuk membandingkan, bukan untuk mempermasalahkan atau menguji dalil-dalilnya.   

Metode perbandingan madzhab merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh para fuqaha dalam upaya mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dalam pandangan hukum Islam yang memerlukan klarifikasi. Langkah-langkah dalam metode perbandingan madzhab adalah sebagai berikut:

  1. Pengutipan pendapat-pendapat para fuqaha dari berbagai madzhab yang berasal dari kitab-kitab madzhab, terutama menyoroti pendapat yang dikenal sebagai paling kuat.
  2. Pengutipan berbagai dalil yang digunakan oleh para fuqaha, termasuk referensi dari al-Quran, as-Sunnah, serta qiyas, dengan ketentuan bahwa dalil-dalil ini dianggap yang paling kuat.
  3. Identifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan pendapat di antara fuqaha tersebut.
  4. Evaluasi secara kritis kekuatan dan kelemahan dari pendapat dan dalil yang disajikan oleh masing-masing fuqaha.
  5. Merumuskan kesimpulan dan pemilihan pendapat yang didasarkan pada dalil yang dianggap paling kuat dan paling sesuai untuk penerapan[11].

Sedangkan menurut Ensiklopedia Islam, konsep mazhab merujuk pada suatu pandangan, kelompok, atau aliran yang bermula dari hasil pemikiran atau ijtihad seorang imam dalam rangka memahami aspek-aspek tertentu, termasuk filsafat, hukum fiqh, teologi, dan bidang lainnya. Pandangan yang dimunculkan oleh imam tersebut kemudian diadopsi oleh kelompok pengikutnya dan mengalami perkembangan, yang pada akhirnya membentuk suatu aliran sekte atau ajaran.[12]

Adapula yang mengartikan mazhab sebagai tempat berjalan, aliran. Dalam istilah Islam berarti pendapat, faham atau aliran seorang alim  besar dalam Islam yang disebut imam seperti mazhab syafi’I, mazhab Maliki dan lain sebagainya.[13]

Dari penjelasan mengenai pengertian muqaranah maupun mazhab, baik secara etimologis maupun terminologis, tampak jelas bahwa perbandingan mazhab atau muqaranah al-mazahib merujuk pada proses membandingkan, mempertemukan serta mendiskusikan pendapat atau pandangan mazhab-mazhab terhadap suatu masalah, dengan mengadakan seleksi atau perbandingan terhadap dalil-dalil yang mereka gunakan serta cara beristimbath atas dalil tersebut dengan segala argumentasinya.

 

     RUANG LINGKUP PERBANDINGAN MAZHAB

Ruang lingkup perbandingan madzhab adalah seluruh masalah fiqih yang didalamnya terdapat perbedaan pendapat. Oleh karena itu, dalam konteks perbandingan madzhab, fokus penelitian tidak mengarah pada masalah fiqih yang telah mencapai kesepakatan ijma’ dan hanya memiliki satu pandangan.

Ruang lingkup perbandingan madzab tidak terlepas dari permasalahan tentang perbedaan pola pikir para imam madzhab, sistematika, sumber yang digunakan dan latar belakang imam mujtahid tersebut. Beberapa aspek perbedaan tersebut ditambah dengan aspek letak geografis daerah tempat tinggal mujtahid semuanya memiliki dampak dan pengaruh terhadap perbedaan dari hasil keputusan hukum yang dibuat.

Secara tegas, ruang lingkup perbandingan mazhab mencakup aspek-aspek berikut:

a)    Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari Al-Qur’an, hadits atau dalil-dalil syara’ lainnya.

b)   Metode atau cara mereka berijtihad dan cara beristinbath dari sumber-sumber hukum yang mereka jadikan dasar dalam menetapkan hukum.

c)    Latar belakang para mujtahid itu sendiri, latar belakang timbulnya suatu mazhab dan perbedaan-perbedaan yang kemudian muncul di tengah-tengah mazhab yang ada.

d)   Pola pemikiran para Imam Mazhab, hal-hal yang mempengaruhinya seperti sistematika sumber hukum, sistem istidlal masing-masing mazhab.

e)    Kondisi sosiologis serta hukum-hukum yang berlaku di tempat dimana para muqarin hidup.[14]

Di sisi lain, dalam literatur lainnya, dapat ditemukan pengertian ruang lingkup perbandingan mazhab yang mencakup seluruh isu fiqih yang melibatkan perbedaan pandangan, dan tidak termasuk perbedaan dalam masalah Aqidah yang menyebabkan pemecahan umat menjadi kelompok-kelompok yang berbeda. Berikut ruang lingkup menurut referensi lain adalah:

a)      Hukum-hukum Amaliyah, baik yang disepakati maupun yang masih diperselisihkan antara para mujtahid, dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum. 

b)      Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari Al-Qur’an maupun sunnah, atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.

c)      Hukum-hukum yang berlaku di Negara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional/positif, mmaupun hukum internasional [15].

Selanjutnya, ruang lingkup ini melibatkan perbandingan dalam pelaksanaan praktik ibadah. Mazhab-mazhab yang berbeda seringkali memiliki tradisi praktik ibadah yang berbeda pula. Ini termasuk tata cara shalat, ritual-ritual keagamaan, dan praktik-praktik spiritual lainnya. Analisis ruang lingkup perbandingan mazhab dalam konteks praktik ibadah membantu mendalami perbedaan-perbedaan yang ada dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi praktik-praktik keagamaan tersebut.

Selain itu, ruang lingkup ini mencakup aspek-aspek teologis dalam mazhab. Hal ini termasuk pemahaman tentang konsep-konsep teologis seperti konsep Tuhan, esensi manusia, sifat-sifat ilahi, dan pandangan terhadap masalah-masalah teologis lainnya. Perbandingan mazhab dalam aspek ini membantu mengungkap perbedaan dan kesamaan dalam pandangan teologis yang mendasari keyakinan agama.

Dalam konteks kajian agama, memahami ruang lingkup perbandingan mazhab adalah esensial untuk mengapresiasi keragaman dalam tradisi keagamaan. Hal ini juga dapat mendukung dialog antar-mazhab yang lebih baik dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang agama sebagai fenomena kultural dan spiritual yang beragam.

 

    TUJUAN DAN MANFAAT PERBANDINGAN MAZHAB

Terdapat minimal dua tujuan dalam penyajian perbandingan madzhab, yakni tujuan praktis dan tujuan akademis. Tujuan praktis merujuk pada manfaat yang dirasakan oleh pihak yang melakukan perbandingan (muqarin) dan masyarakat secara umum. Di sisi lain, tujuan akademis melibatkan perkembangan pengetahuan ilmiah, penelitian, serta perumusan hukum. Beberapa tujuan praktis dalam penyajian perbandingan madzhab meliputi:   [16]

a)      Mempelajari dalil-dalil ulama dalam menyampaikan suatu masalah fiqhiyyah (ijtihadiyyah) seorang muqarin mendapat keuntungan ilmu pengetahauan secara sadar dan meyakinkan akan ajaran agamanya.

b)      Menimbulkan rasa puas dalam mengamalkan suatu hukum sebagai hasil dari perbandingan berbagai pendapat para imam madzhab

c)      Menimbulkan rasa saling menghormati dan menghargai atas perbedaan pendapat. Perbedaan pandangan yang ada tidak dianggap sebagai sumber permusuhan atau konflik, melainkan sebagai alternatif yang memungkinkan untuk memberikan solusi dan pemahaman yang lebih baik terhadap realitas kehidupan.

d)      Memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang tidak bisa dihindari di mana pun.

Sedangkan tujuan dalam konteks akademis adalah sebagai berikut:

a)      Mengetahui pendapat, konsep, teori, dasar, kaidah, metode, teknik dan pendekatan yang digunakan oleh tiap imam madzhab fiqh dalam menggali hukum Islam dan penetapan hukumnya.

b)      Mengetahui betapa luasnya pemahaman ilmu fiqih dan betapa luasnya khazanah hukum Islam yang diwariskan para imam madzhab

Penting untuk memahami bahwa tujuan dari muqaranah atau perbandingan madzhab bukanlah menghasilkan kelemahan atau meruntuhkan pendapat satu mazhab terhadap mazhab lainnya. Sebaliknya, fungsi perbandingan adalah untuk mendekatkan atau memperkuat hubungan antara berbagai mazhab tersebut.

Selain tujuan di atas, terdapat tujuan perbandingan mazhab menurut sumber lain yaitu:

a)      Untuk mengetahui pendapat-pendapat para Imam Mazhab (Para Imam Mujtahid) dalam berbagai masalah yang diperselisishkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan-alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara-cara istinbath hukum dari dalilnya oleh mereka. 

Dengan mempelajari dalil-dalil yang digunakan para imam mazhab tersebut dalam menetapkan hukum, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab akan memahami secara menyeluruh dan meyakinkan ilmu pengetahuan terkait ajaran agama Islam, individu akan memperoleh hujjah (argumen atau bukti) yang jelas dalam praktik keagamaannya, sehingga dapat memperkuat posisinya sebagai anggota komunitas, sebagaimana dicontohkan dalam QS. Yusuf:108 :

قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”(QS. Yusuf [12] ayat 108).[17]

b)      Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan Imam Mazhab (Imam Mujtahid) dalam mengistinbath hukum dari dalil-dalilnya, dimana setiap Imam Mujtahid tersebut tidak menyimpang da tidak keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an atau Sunnah.

c)      Dengan memperhatikan landasan berfikir para Imam Mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui, bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan perbedaan interprestasi, atau mereka mengambil Qiyas, Maslahah Mursalah, istihsab atu prinsip-prinsip umum dalam nash-nash syariat islam dalam menyelesaikan semua persoalan dalam masyarakat, baik ibadah maupun muamalah, yang dalil-dalil ijtihad itupun digali dari nash-nash Al-Qur,an dan Sunnah.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui studi ilmu muqaranah al-mazahib adalah sebagai berikut:

a)          Dapat mengetahui hukum agama dengan sempurna dan beramal dengan hukum yang didukung oleh dalil terkuat.

b)          Dapat mengetahui berbagai pendapat, baik dalam satu mazhab, ataupun mazhabmazhab lain, baik pendapat itu disepakati atau diperselisihkan dan dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan itu.

c)          Dapat mengetahui metode istibath dan cara penalaran ulama terdahulu dalam menggali hukum syara dari dalilnya yang terperinci

d)          Dapat mengetahui sebab khilaf atau letak perbedaan pendapat yang diperselisihkan

e)          dapat memperoleh pandangan yang luas tentang pendapat para imam dan dapat mentarjihkan mana yang terkuat.

f)           Dapat mendekatkan berbagai mazhab sehingga perpecahan umat dapat disatukan kembali, ataupun  jurang perbedaan dapat diperkecil sehingga ukhuwah islamiyah lebih terjalin.

g)          Dapat mengetahui betapa luasnya pembahasan mengenai ilmu fiqh

h)          Dapat menghilangkan kepician dalam mengamalkan syari’at islam, yang hanya terikat pada satu pendapat serta menyalahkan pendapat mazhab lain.

i)           Dapat menghilangkan sifat taqlid buta.

Islam tidak mewajibkan umatnya untuk bersikap taklid (pengikut setia) dan membatasi diri dengan pandangan suatu mazhab tertentu. Sebaliknya, Islam menekankan pada kewajiban mengikuti hukum-hukum yang berasal dari sumber-sumber hukum yang memiliki dasar yang kuat, kecuali dalam situasi orang awam yang belum mampu atau tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap kekuatan dalil-dalil tersebut. Bagi orang awam, yang utama adalah mengikuti hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh mazhab yang mereka anut sebagai panduan mereka.

Orang yang enggan untuk menerapkan hukum-hukum hasil dari muqaranah, dapat dibandingkan dengan seseorang yang enggan untuk mengonsumsi buah yang lebih bergizi, karena mereka belum terbiasa, meskipun pada dasarnya mereka sangat membutuhkannya.

 

     Kesimpulan

Mazhab ialah merujuk pada dasar pemikiran atau metodologi yang digunakan oleh seorang Imam Mujtahid untuk menyelesaikan masalah dan merumuskan hukum dalam Islam. Sedangkan perbandingan mazhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat Fuqaha’ beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati maupun diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil perbandingan mazhab dengan tujuan menemukan pendapat yang didukung oleh dalil-dalil yang paling kuat. Dalam konteks perbandingan mazhab, perhatian difokuskan pada perbandingan antara pandangan-pandangan tersebut, dan bukan pada perbedaan permasalahan atau dalil-dalilnya.

Ruang lingkup perbandingan mazhab, yaitu seluruh masalah fiqh yang didalamnya terdapat perbedaan pendapat dan bukan pebedaan masalah Aqidah yang menjadikan umat terbagi menjadi beberapa kelompok. Perlu ditekankan bahwa tujuan dari muqaranah atau perbandingan mazhab bukanlah menghasilkan pelemahan atau pengkambinghitaman terhadap satu mazhab oleh yang lainnya. Sebaliknya, perbandingan mazhab juga memiliki peran penting dalam mempererat dan mendekatkan hubungan antara berbagai mazhab.

Dalam kerangka pemikiran teologis yang mewakili perbandingan mazhab yang berbeda, diharapkan dapat mendorong dialog yang lebih baik antara mazhab-mazhab yang berbeda dan menghargai kekayaan budaya dan intelektual yang mereka bawa. Semoga makalah ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang mazhab dalam perspektif perbandingan, dengan fokus pada pengertian, ruang lingkup, dan tujuan perbandingan mazhab.

 


SUMBER : 

 

Arif, Firman Muh. Perbandingan Mazhab dalam Lintasan Sejarah. Makassar: Indonesia Independent Publisher, 2013.

Fadillah, Jidan Ahmad. “Madzhab dan Istinbath Hukum.” Jurnal Studi Agama-Agama 7, no. 2 (2021): 235–245.

Harahap, Ikhwanuddin. “Memahami Urgensi Perbedaan MAzhab Dalam Konstruksi Hukum Islam Di Era Millenial.” al-Maqasid Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan 5, no. 1 (2019): 1–13.

Hasbiyallah. Perbandingan Madzhab. Yogyakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, 2012.

Lubab, Nafiul, dan Novita Pancaningrum. “Mazhab: Keterkungkungan Intelektual atau Kerangka Metodologis (Dinamika Hukum Islam).” Jurnal Indragiri Penelitian Multidisiplin 3, no. 1 (2023): 37–43.

Muhammad Hasan, Rahmi Munfangati, Mustika, I Kadek Dwi Gandika Supartha, Ratna Yulis Tyaningsih, Rachmat Satria, Darmawan Thalib, dkk. Pembelajaran Digital. Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung, 2021.

Sarwat, Ahmad. Seri Fiqih Kehidupan Ilmu Fiqih. Jakarta: DU Publishing, 2011.

Shidiq, Sapiudin. Studi Awal Perbandingan Mazhab dalam Fiqh. Jakarta: Kencana, 2021.


Harmonisasi Tauhid dalam Kehidupan Sosial (Fungsi dan Peran Tauhid di Era Modern)

Posted by with No comments

 Oleh : Sumario

 

1.      PENDAHULUAN

Fungsi sosial tauhid dalam kehidupan Muslim di era modern sangatlah penting. Mengharmoniskan tauhid dapat menciptakan keselarasan antara manusia dengan Allah, yang merupakan tujuan utama dari ajaran Islam. Dengan mengharmoniskan tauhid, manusia akan menyadari bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa, dan tujuan hidup mereka. Mereka akan beribadah, beramal, dan bersikap sesuai dengan kehendak Allah. Selain itu, mengharmoniskan tauhid juga dapat meningkatkan kualitas iman dan amal shaleh manusia, mempererat hubungan sosial antara manusia, serta membuat manusia lebih konsisten dan istiqomah dalam menjalankan iman dan amal shaleh mereka. Dengan demikian, mengharmoniskan tauhid sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai hamba Allah dan sebagai bagian dari masyarakat yang harmonis dan damai.  

Islam adalah agama yang mengajarkan kepasrahan kepada Allah SWT. Istilah "Islam" sendiri memiliki arti harfiah kepasrahan. Namun, dalam Islam, kepasrahan bukanlah penyerahan fatalis atau jabariah, melainkan dimulai dengan ketakwaan yang tulus dan lurus (hanif). Dalam kepasrahan, terdapat energi yang sangat bersih yang berasal dari keimanan yang bersumber dari tauhid. Tauhid adalah konsep tentang kesatuan, keesaan, dan ketunggalan Allah SWT. Konsep ini bertentangan dengan kesyirikan, split personality, dan kemunafikan. Dalam Islam, konsep tauhid disimpulkan dalam kalimat laa ilaaha illa Allah yang mengandung peniadaan dan penegasan sekaligus. Artinya, kita menafikan segala sesuatu selain Allah dan mewujudkan Allah dalam semua dimensi pikiran, konsep, dan tindakan. Dengan pemahaman yang benar tentang konsep tauhid, kita dapat memperkuat keimanan dan kepasrahan kita kepada Allah SWT[1].

Dalam hal keimanan, tauhid juga menjadi pondasi yang penting. Tauhid memastikan bahwa keimanan umat manusia terjaga dengan baik dan konsisten. Ketika seluruh ajaran-ajaran tauhid dilaksanakan secara konsisten, maka kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia dapat terjamin. Tauhid mengajarkan umat Islam untuk menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka, sehingga mereka dapat hidup dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

 

2.      PEMBAHASAN

Pengertian Tauhid

Konsep tauhid sosial yang diajukan oleh M. Amien Rais memiliki keterkaitan yang erat dengan pemahaman tentang tauhid itu sendiri. Tauhid adalah keyakinan dalam agama yang mengesakan Allah dan juga merupakan komitmen yang dipegang oleh seorang manusia sebagai hamba kepada Tuhannya. Komitmen ini diwakili oleh kalimat syahadat, yaitu kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ibadah-ibadah seperti salat tidak hanya berfungsi sebagai bentuk pengabdian individu kepada Allah, tetapi juga dapat memperkuat hubungan sosial antara sesama muslim, zakat dapat mengurangi kesenjangan ekonomi, puasa dapat meningkatkan empati dan solidaritas sosial, ibadah haji dapat memperkuat persatuan dan persaudaraan umat muslim. Semua ibadah tersebut memiliki implikasi sosial yang signifikan.[2].

Menurut konsep Tauhid Amien Rais, pengertian tauhid diantaranya adalah :

  •     Tauhidillah adalah  kesatuan ketuhanan yang meyakini hanya Allah SWT yang wajib disembah dan keyakinan bahwa tuhan itu lebih dari satu dianggap sebagai kekafiran.
  •      Tauhidillah adalah kesatuan penciptaan, di mana semua makhluk di alam semesta ini, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang bisa dideteksi maupun yang tidak bisa dideteksi, semuanya merupakan ciptaan Allah.
  •     Tauhidillah adalah kesatuan kemanusiaan, di mana semua manusia, tanpa memandang perbedaan warna kulit, latar belakang, bahasa, geografi, dan sejarah, tetap memiliki kesatuan sebagai umat manusia.
  •      Tauhidillah adalah kesatuan tuntunan hidup, di mana tuntunan hidup yang bersumber dari wahyu Allah SWT menjadi pedoman bagi orang yang beriman untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  •     Tauhidillah adalah kesatuan tujuan hidup, di mana karena adanya kesatuan tuntunan hidup, tujuan hidup umat manusia seharusnya sama secara konseptual dan teoretis.[3].

Dalam struktur biologis, tauhid berperan sebagai inti yang menggerakkan kehidupan fisik manusia dengan memberikan stabilitas. Sementara itu, dalam struktur fisik, panca indera berfungsi sebagai pelayan yang setia kepada kekuatan batin. Di dalam batin terdapat nafsu, kalbu, akal, dan roh. Nafsu, kalbu, dan akal berada di bawah pengaruh roh. Namun, di antara keduanya terdapat lembah yang luas, tempat di mana godaan syaithan hidup dan menggoda manusia. Tauhid mengingatkan manusia untuk selalu mengikuti dimensi Tuhan agar terhindar dari godaan tersebut. Dalam perjalanan hidup manusia, seperti yang tergambar dalam kisah Nabi Adam dan isterinya, manusia rentan terbawa arus godaan syaithan yang kuat, yang dapat mengakibatkan hukuman dan pengusiran dari surga. Namun, dengan kasih sayang Tuhan, manusia diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, bertaubat, beriman, dan beramal saleh untuk mencapai kehidupan yang baik di akhirat[4].

 

Harmonisasi Tauhid dalam Kehidupan Sosial

Islam itu harmonis sebagaimana makna generik al-Islam dari kata salima yang berarti kepasrahan, ketundukan, penghormatan, keikhlasan dan keharmonisan. Simpul-simpul harmoni dalam Islam didasari oleh ruh tauhid, mengesakan Allah, niat atau perencaan untuk berfikir positif-prospektif dan amal shalih atau kerja keras dengan menjaga kualitas serta asas manfaat bersama[5].

Tauhid merupakan konsep sentral dan esensial dalam Islam yang menuntut komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat dan rasa syukur. Konsep ini juga menjadi satu-satunya sumber nilai dalam Islam. Manusia yang bertauhid memiliki tugas untuk membersihkan manusia dari menyembah berhala dan benda-benda lainnya, dan hanya menyembah Allah. Selain itu, tauhid juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia. Oleh karena itu, tauhid memiliki fungsi membentuk masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya nilai keadilan sosial. Hal ini memberikan inspirasi pada manusia untuk mengubah dunia disekelilingnya agar sesuai dengan kehendak Allah.

Dalam konteks pengembangan umat, tauhid memiliki peran penting dalam mentransformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal. Individu yang meyakini tauhid memiliki tujuan hidup yang jelas, yaitu ibadahnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata. Mereka juga menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah dan bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, adat istiadatnya, tradisi dan paham hidupnya. Dengan demikian, individu yang meyakini tauhid tidak akan terjerat ke dalam nilai-nilai palsu atau hal-hal tanpa nilai sehingga tidak pernah mengejar kekayaan, kekuasaan dan kesenangan hidup sebagai tujuan.[6].

Fungsi Tauhid dalam Kehidupan Manusia

Fungsi Sosial Tauhid Dalam Kehidupan Muslim di Era Modern diantaranya adalah :

1)      Membebaskan manusia dari perbudakan dan penyembahan kepada sesama makhluk.

Salah satu tantangan yang dihadapi manusia saat ini adalah membebaskan diri dari perbudakan mental dan penyembahan kepada semua makhluk. Meskipun demikian, masih banyak manusia, termasuk umat muslim, yang cenderung mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyang mereka tanpa berpikir kritis. Mereka juga sering kali menyerah dan tunduk kepada para pemimpin mereka tanpa memiliki keberanian untuk mengkritik. Al-Qur'an telah mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak bersikap kritis terhadap para pemimpin mereka akan kecewa dan mengeluh di hari akhir (QS. Al- Ahzaab : 66-67).

2)      Menjaga manusia dari nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan seksual belaka

Dalam Islam, kalimat "Lailaaha illa Allah” (tidak ada Tuhan selain Allah) memiliki fungsi pembebasan bagi manusia. Dengan mengucapkan kalimat ini, seorang muslim telah mengakui bahwa hanya Allah SWT yang layak disembah sebagai Kholiq. Oleh karena itu, umat muslim memiliki tanggung jawab untuk membebaskan manusia dari menyembah sesama manusia dan mengarahkan mereka untuk menyembah Allah SWT semata. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga manusia dari nilai-nilai palsu yang berasal dari hawa nafsu, keinginan akan kekuasaan, dan kesenangan semata. Kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan, dan penumpukan kekayaan dapat mengaburkan akal sehat dan menghilangkan pikiran yang jernih.

3)      Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Al-Qur'an juga menekankan pentingnya tauhid sebagai kerangka pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini, tauhid menjadi landasan untuk mencari kebenaran tentang segala hal yang ada di alam semesta ini, baik yang bersifat abstrak, potensial, maupun konkret. Dengan memahami batasan-batasan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, manusia tidak akan terjebak dalam kesombongan yang berujung pada kehancuran. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk tidak melampaui batas dalam pemahaman ilmu pengetahuan.

4)      Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran-ajaran dilaksanakan secara konsisten.

Membimbing umat Islam agar mengarahkan kesadaran intelektual mereka kepada Allah SWT merupakan suatu hal yang penting. Hal ini berarti bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia dan kejadian yang terjadi di dunia ini adalah atas kehendak Allah SWT yang telah mengatur semuanya dengan sempurna. Sebagai pemilik seluruh isi alam ini, Allah SWT mengetahui segala hal yang ghoib maupun yang dzohir, yang tersembunyi maupun yang tampak. Oleh karena itu, hanya Allah SWT yang layak untuk disembah dan tidak ada Tuhan selain Dia. Dengan keyakinan yang kuat dan konsisten seperti ini, umat Islam akan terhindar dari pengaruh zaman dan tidak mudah terpengaruh oleh keyakinan yang salah.

5)      Mengajarkan kepada umat Islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka.

Dengan menjadikan tauhid sebagai landasan dalam hidup, serta melaksanakan perintah yang ada, maka akan tercipta kebahagiaan dan kedamaian hidup yang tak terbatas. Karena telah tertanam dalam hati bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan atau kekuasaan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Mengajarkan kepada umat Islam agar menjadikan Allah SWT sebagai pusat kesadaran intelektual mereka.

 

KESIMPULAN

1.      Harmoni tauhid pada kehidupan sosial adalah penting untuk menciptakan keserasian antara manusia dengan Allah dalam berinteraksi dan bersikap terhadap sesama makhluk. Hal ini dapat dicapai dengan memiliki keimanan yang kuat dan konsisten kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta, penguasa, dan tujuan hidup. Selain itu, harmoni ini juga menunjukkan sikap toleransi, saling menghargai, dan saling membantu antara umat beragama yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harmoni ini merupakan salah satu tujuan dari ajaran tauhid yang mengajak manusia untuk cinta damai, kerja sama, dan keadilan.

2.      Untuk mewujudkan harmoni tauhidillah pada kehidupan sosial, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, kita harus menyadari bahwa semua manusia adalah makhluk Allah yang memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan-Nya. Kita tidak boleh memandang rendah atau merendahkan orang lain berdasarkan perbedaan ras, suku, bangsa, atau agama. Kedua, kita harus menghormati perbedaan pendapat, keyakinan, dan pilihan hidup orang lain tanpa memaksakan kehendak atau merendahkan mereka. Kita harus menghindari sikap fanatik, eksklusif, atau intoleran yang dapat menimbulkan konflik dan permusuhan. Selain itu, kita juga harus membangun dialog dan komunikasi yang konstruktif, santun, dan beradab dengan orang lain. Kita harus menjalin hubungan yang harmonis, saling mengenal, dan saling menghormati. Kita harus menjauhi fitnah, gosip, atau ujaran kebencian yang dapat merusak persatuan dan kerukunan. Terakhir, kita harus bersikap adil, jujur, dan bertanggung jawab dalam segala urusan. Kita harus menjauhi segala bentuk penipuan, korupsi, atau kezaliman yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

 

Sumber :

Devia Maharani Lubis, Reza Noprial Lubis, and Siska Wulandari Lubis. “Peran Dan Fungsi Tauhid Dalam Kehidupan Sosial.” Tarbiyah-Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran 1, no. April (2022).

Hidayah, Nurul, and Suwadi Suwadi. “Implementasi Konsep Tauhid Sosial M. Amien Rais Di SMA Internasional Budi Mulia Dua Yogyakarta.” Jurnal Pendidikan Agama Islam 12, no. 1 (2015): 31–44.

Roqib, Moh. “Dakwah Islam : Antara Harmonisasi Dan Dinamisasi.” Komunika 1, no. 1 Januari-Juni (2007).

Sukarni. “Hakikat Islam: Peran Tauhid Dalam Kehidupan.” Baitul Aeqam UMB (2022).