1.1 Latar Belakang
Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian yang
utama saat ini. WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 36 juta (63
%) dari total 57 juta kematian di dunia pada tahun 2014 disebabkan oleh
penyakit tidak menular, yang meliputi penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker
dan penyakit pernafasan kronis. Penyakit tidak menular tersebut, tidak hanya
terjadi pada usia tua, tapi juga terjadi pada usia muda. Negara dengan tingkat
ekonomi rendah hingga menengah, 29 % dari seluruh kematian pada usia kurang
dari 60 tahun disebabkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara maju
adalah sebanyak 13 %. Proporsi kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak
menular pada orang-orang yang berusia dibawah 70 tahun, paling banyak
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (39 %), diikuti kanker (27 %), kemudian
penyakit pernafasan kronis dan penyakit tidak menular lainnya (30 %), dan yang
terakhir adalah diabetes (4 %).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan
tingkat ekonomi menengah ke bawah, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak
lagi menghadapi double burden diseases, tetapi triple burden diseases.
Maksudnya, penyakit menular masih menjadi masalah yang tak kunjung
terselesaikan, munculnya penyakit menular lama (re-emerging diseases),
timbulnya penyakit baru (new-emerging diseases), dan diperparah dengan penyakit
tidak menular dengan kecenderungan yang semakin meningkat.
Penyakit jantung koroner atau disebut juga dengan
penyakit arteri koroner terjadi bila pembuluh arteri koroner tersumbat atau
menyempit karena endapan lipid atau lemak yang berada pada dinding arteri.
Pengendapan ini terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan. Pengendapan atau
penumpukan ini disebut dengan aterosklerosis yang bisa juga terjadi pada
pembuluh darah lainnya, tidak hanya pada arteri koroner.
Penelitian tentang faktor risiko penyakit jantung
koroner dimulai pada tahun 1948 di Kota Frammingham, yang dikenal dengan
“Framingham Heart Study”, subyeknya adalah penduduk yang berusia 30-62 tahun
sebanyak lima ribu orang lebih. Para ilmuan mencatat jenis kelamin, usia,
beberapa parameter kimiawi darah, tekanan darah, dan kebiasaan hidup penduduk
Framingham yang diperiksa secara rutin setiap 2 tahun. Tahun 1960-an,
diketahuilah bahwa beberapa karakteristik pribadi, kondisi kesehatan dan
kebiasaan hidup subyek penelitian merupakan faktorfaktor risiko kardiovaskular,
istilah yang diungkapkan William Kannel sebagai kepala peneliti. Faktor risiko
tersebut meliputi usia lanjut, jenis kelamin, riwayat penyakit,
hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus dan kebiasaan merokok.
Faktor risiko pada penyakit jantung koroner dapat
dikelompokkan menjadi 2, berdasarkan bisa atau tidaknya dimodifikasi, faktor
risiko yang bisa dimodifikasi (modifiable) antara lain obesitas, dislipidemia,
hipertensi, diabetes mellitus, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan stres,
faktor yang tidak bisa dimodifikasi (nonmodifiable) antara lain adalah umur, jenis kelamin,
riwayat penyakit keluarga, dan ras/etnis. Selain itu, faktor risiko penyakit
jantung koroner juga ada yang digolongkan menjadi faktor risiko utama (merokok,
hipertensi, kolesterol, diabetes mellitus dan alkohol) dan faktor risiko
tambahan (obesitas, keturunan, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan stres).
)
Ras atau etnis sering dihubungkan dengan kejadian
penyakit jantung koroner. Etnis minangkabau diduga memiliki risiko tinggi untuk
terkena penyakit jantung koroner, hal ini karena kebiasaan etnis minangkabau
dalam mengonsumsi sari kelapa atau santan. Sari kelapa atau santan mengandung
lemak total atau lemak jenuh yang cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung koroner. Namun
penelitian membuktikan hal lain, bahwa konsumsi lemak
total atau lemak jenuh dari sari kelapa bukanlah faktor risiko terjadinya
penyakit jantung, tapi asupan makanan hewani, protein total, makanan yang
mengandung kolesterol dan kurangnya karbohidrat nabati menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit jantung koroner.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, dkk. membuktikan
bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap kejadian
penyakit jantung koroner. Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis,
hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus tipe 2.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa faktor lain
seperti riwayat penyakit keluarga, dislipidemia, hipertensi, dan diabetes
mellitus merupakan faktor yang berperan terhadap kejadian penyakit jantung
koroner. Faktor risiko tersebut diperparah dengan pola hidup yang tidak sehat,
seperti merokok dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor pengetahuan atau tingkat
pendidikan juga berperan pada kejadian penyakit jantung koroner, hasil
penelitian membuktikan bahwa orang dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik
mempunyai risiko 2,4 kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner
dibanding dengan orang dengan tingkat pengetahuan yang baik. Selain faktor
risiko di atas, beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan antara
penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner. Penyakit periodontal
tersebut antara lain karies gigi dan oral hygiene status (status kebersihan gigi
dan mulut).
Untuk lebih lengkap dapat menghubungi kami...!!