Tugas :
1.
Berdasarkan
pemahaman anda terhadap materi yang diberikan, Jelaskan apa itu fiqh ibadah dan
fiqh muamalah ?
Jawab :
Fiqh adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar’i yang
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf yang dikeluarkan dari
dalil-dalilnya yang terperinci.
Secara Etimologi, kata Ibadah
bentuk isim mashdar atau kata benda yang berasal dari bahasa Arab yakni ‘Abada-Ya’budu’-‘Ibadatan
wa ‘Ubudiyyatan, yang memiliki arti beribadah, menyembah, mengabdi kepada
Allah SWT. Sedangkan secara terminologi sebagaiman disebutkan oleh Yusuf
al-Qardhawi yang mengutip pendapat Ibnu Taimiyah bahwa ibadah adalah puncak
ketaatan dan ketundukan yang di dalamnya terdapat unsur cinta yang tulus dan
sungguh-sungguh yang memiliki urgensi yang agung dalam Islam dan agama karena
ibadah tanpa unsur cinta bukanlah ibadah yang sebenar-benarnya[1]. Jadi Fiqih Ibadah adalah
ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-hukum syar’i khususnya dalam
ibadah khas seperti meliputi thaharah, shalat, zakat, shaum, hajji, kurban,
aqiqah dan sebagainya yang kesemuanya itu ditujukan sebagai rasa bentuk
ketundukan dan harapan untuk mecapai ridla Allah.
Muamalah secara etimologi berasal dari bahasa
Arab yaitu ‘Amala-Yu’amilu-Mu’amalatan wa ‘Imalan,yang memiliki arti
berinteraksi, bekerja. Sedangkan pengertian muamalah secara terminologi
hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan alat-alat kebutuhan jasmaniah
dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan tuntutan agama[2]. Jadi Fiqh muamalah adalah
hukum Islam yang mengatur hubungan antar
sesama manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Abu Abdilah as-
Syafii menyatakan pendapatnya mengenai fiqih yaitu sebagai ilmu pengetahuan,
ketentuan Tuhan yang berkaitan dengan segala tindakan manusia yang memiliki
dampak hukum berdasarkan perintah Tuhan. Secara lebih spesifik kemudian fiqih
diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, fiqih ibadah yaitu semua perbuatan yang
berkaitan dengan Thaharoh, Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Qurban, Nadzar, Sumpah
dan semua perbuatan manusia yang berhubungan dengan Tuhannya. Kedua, fiqih
muamalat yaitu semua bentuk kegiatan transaksional seperti; deposito, jual
beli, pidana, perdata antar sesama manusia baik secara individu maupun lembaga
bahkan negara[3].
2.
Apa
yang membedakan antara fiqh ibadah dengan fiqh muamalah ?
Jawab :
Yang
membedakan antara fiqh ibadah dengan fiqh muamalah adalah :
-
Fiqh
ibadah menyangkut semua perbuatan yang berkaitan dengan ibadah dan semua
perbuatan manusia yang berhubungan dengan Tuhannya, sedangkan muamalat semua
bentuk kegiatan transaksional antar sesama manusia baik secara individu maupun
lembaga bahkan negara[4].
-
Di
kalangan mazhab Hanafi, fiqh ibadah berpedoman pada “hukum asal dalam ibadah
mahdhah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkannya, atau tidak ada
hukum terhadap suatu perbuatan sebelum datangnya syariah”, sedangkan fiqh
muamalah menganut kaidah "Hukum asal segala sesuatu itu adalah kebolehan
sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya"[5].
3.
Uraikan
hikmah dari ibadah sholat, puasa dan haji ?
Jawab :
Hikmah Sholat
Salat secara etimologi adalah
bentuk masdar dari kata Shalla-Yushalli-Shalatan wa tasliyan, yang
memiliki arti berdoa. Salat secara terminologi adalah Ibadah khusus yang
mengandung suatu ucapan dan perbuatan yang dibuka dengan takbir dan akhiri
dengan salam. Hikmah disyariatkannya
salat, yaitu; Pertama, salah merupakan kewajiban Islam yang paling agung
setelah dua kalimat syahadat, berdasarkan hadis Jabir yang diriwayatkan oleh
Muslim, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “ Yang membedakan antara seseorang
dengan kekufuran adalah salat.”Kedua salat adalah bentuk rasa syukur akan
limpahan nikmat Allah yang banyak, dan di dalamnya mengandung faidah diniyah
(agama) dan pendidikan bagi setiap individu dan kelompokmasyarakat yang berada
dalam jalan kemulyaan[6].
Salat yang ikhlas, tidak
terburu-terburu, dan dilakukan dengan penuh penghayatan akan membawa ketenangan
lahir batin dan kenikmatan luar biasa. Penghayatan di sini adalah penghayatan
makna yang terkandung di dalam setiap bacaan salat. Dengan menghayati setiap
makna salat, maka tidak heran jika kemudian pelaku salat yang sempurna dapat
tercegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana firman Allah dalam Q.S
Al-Ankabuut Ayat 45 “Sesungguhnya Shalat itu
mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”[7]
Hikmah Puasa
Puasa secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu Shâma-Yashûmu-Shauman
wa Shiyâman, yang memiliki arti menahan, mengekang dari makan dan minum.
Hikmah puasa bagi seorang muslim yang benar-benar beriman kepada Allah SWT
adalah sebagai berikut[8]:
a.
Puasa
menjadi sarana untuk mensyukuri nikmat Allah, karena puasa bisa menjaga diri
dari makan, minum dan jima’.
b.
Puasa
menjadi sarana untuk bertaqwa kepada Allah karena dengan puasa akan menahan
diri dari sifat rakus, takut siksa Allah dan mencegah dari perbuatan yang
haram. Firman
c.
Puasa
dapat menundukkan watak dan memecahkan syahwat (hawa nafsu) karena jiwa apabila
kenyang maka syahwat menjadi tinggi, dan apabila lapar maka syahwatnya menjadi
terkendali sehingga bisa menutup dari perbuatan maksiat.
d.
Puasa
dapat membuat pelakunya bersikap penyayang dan mengasihi kepada orang-orang
miskin, karena orang yang berpuasa bisa merasakan sakitnya rasa lapar
sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang miskin.
e.
Puasa
diwajibkan bagi semua orang Islam baik kaya maupun miskin sehingga sama-sama
merasakan faqir (haus, lapar dan dahaga).
f.
Puasa
bisa mengalahkan godaan, rayuan yang menghantarkan kepada kesesatan dan syahwat
makan dan minum.
Dalam Maqashidus Shaum, Izzudin
bin Abdis Salam mengumpulkan banyak riwayat Nabi tentang manfaat dan hikmah
ibadah puasa, dengan kesimpulkan terdapat 8 manfaat puasa, yaitu meningkatkan
ketakwaan, menghapus dosa, mengendalikan syahwat, memperbanyak sedekah,
menyempurnakan ketaatan, meningkatkan rasa syukur, dan mencegah diri dari
perbuatan maksiat[9].
Hikmah Haji
Haji secara etimologi berarti
al-Qashdu yang memiliki arti tujuan atau niat. Sedangkan haji secara
terminologi atau syara’ adalah amalan khusus yang dilaksanakan di waktu dan
tempat yang dikhususkan atau ditentukan denan cara yang khusus. Di antara
hikmah haji adalah mensucikan jiwa (seorang muslim) dari berbagai dosa hingga
ia mendapatkan kemulyaan Allah di dunia dan di akhirat. Dalam HR al-Bukhari
dijelaskan bahwa orang yang menunaikan haji ke Mekah dalam keadaan tidak
berbuat rafats (berkata kotor) dan fasiq (berbuat cabul), niscaya dosanya
diampuni oleh Allah hingga bersih dari dosa sebagaimana bayi yang baru lahir
dari perut ibunya. Inilah kemulyaan yang hanya dimiliki oleh seseorang yang
melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya[10].
4.
Jelaskan
kaidah fiqhiyyah berikut ini kaitannya dengan fiqh ibadah dan muamalah
" Al Muta'addi afdholu minal Qhosir"
Jawab :
Kaidah fiqh yang secara eksplisit
menyatakan " al muta'addiyah afdhalun min al qashirah "
bermakna ibadah sosial jauh lebih utama dari pada ibadah individual. Qaidah tentang amalan yang manfaatnya lebih
banyak dirasakan oleh lebih dari satu orang itu lebih utama daripada amalan
yang manfaatnya hanya dirasakan oleh satu orang, disebut juga dengan qaidah al
muta’addi afdholu min al qoshir. Qaidah al muta’addi afdholu min al qoshir
dapat diterapkan dalam berbagai macam permasalahan yang terjadi di tengah
masyarakat, salah satunya adalah dalam permasalahan pernikahan. Beberapa
masalah yang ditemukan ternyata mengandung unsur “amal al muta’addi”,
seperti: pernikahan tanpa adanya kafa’ah, kemaslahatan pada nikah misyar, serta
akad nikah yang dilakukan secara virtual menggunakan perangkat internet. Yang
kemudian masalah-masalah tersebut justru memunculkan manfaat dan pengaruh
positif bagi banyak orang meskipun terdapat perbedaan pendapat dari kalangan
ulama terkait hukum dari masalah-masalah tersebut.
Amalan muta’addi adalah amalan
yang manfaatnya untuk orang lain, baik manfaat ukhrawi (seperti mengajarkan
ilmu dan dakwah ilallah), bisa juga manfaat duniawi (seperti menunaikan hajat
orang lain, menolong orang yang dizalimi). Amalan qaashir adalah amalan yang
manfaatnya hanya untuk pelakunya saja, seperti puasa dan iktikaf. Para fuqoha
syariat menyatakan bahwa amalan muta’addi yang manfaatnya untuk orang lain
lebih utama dari amalan qaashir yang manfaatnya untuk diri sendiri. Di
antaranya yang dijadikan dalil adalah “Barangsiapa memberi petunjuk pada
kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti
ajakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no.
2674).
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
hafizhahullah berkata, “Pelaku ibadah qaashirah hanya mendapatkan manfaat untuk
dirinya sendiri; jika ia meninggal dunia, amalannya akan terputus. Adapun
pelaku ibadah muta’addi, maka walaupun meninggal dunia, amalannya tidaklah
terputus.” (Utruk Atsaran Qabla Ar-Rahiil, hlm. 8)[11].
Contoh ibadah individual (qaashirah)
adalah haji, umrah, puasa, shalat, dan sebagainya. Sementara contoh ibadah
sosial (muta’addi ) adalah menyantuni anak yatim, membantu fakir-miskin,
menolong para korban bencana, merawat alam dan lingkungan, berbuat baik dan
kasih sayang kepada sesama, dan lainnya. Semua itu merupakan bentuk-bentuk
ibadah sosial yang memberi manfaat atau kemaslahatan kepada masyarakat banyak.
[1] Rohmansyah,
Fiqh Ibadah dan Mu’amalah, 2017,
hal.44.
[2] Ibid.,
hal.51.
[3] Fathul
Aminudin Aziz, “Fiqih Ibadah Versus Fiqih Muamalah,” el-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam 7, no. 2 (2019): 237–54,
doi:10.24090/ej.v7i2.3454.
[4] Ibid.
[5] Ahmad
Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Ilmu Fiqih
(Jakarta: DU Publishing, 2011), hal.359.
[6] Rohmansyah,
op. cit., hal.65.
[7] Siti
Khuzaiyah, Buku Saku Fiqh Dalam Tinjauan
Kesehatan: Mengurai Hikmah Sholat , Puasa , dan Bersuci dalam Tinjauan
Kesehatan Tubuh Manusia (Solok: Lembaga Pendidikan & Pelatihan Balai
Insan Cendekia, 2023).
[8] Rohmansyah,
op. cit., hal 70-71.
[9] Khuzaiyah,
op. cit.
[10] Rohmansyah,
op. cit., hal. 79.
[11] Muhammad
Abduh Tuasikal, “Amalan Qaashir dan Muta’addi,” https://rumaysho.com/ (Jakarta: https://rumaysho.com/, 2019).