Kamis, 06 Desember 2012

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kerja Karyawan Perusahaan Ichiko Palembang

Posted by with 3 comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah
Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan mulia yang mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, hal ini dikarenakan posisi pemimpin dalam suatu organisasi berada pada posisi yang sangat penting.
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya merupakan langkah-langkah perencanaan, penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik individu maupun organisasional. Untuk itu diperlukan adanya suatu manajemen yang baik untuk mengatur orang tersebut secara efektif dan efisien, agar tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dapat terwujud. Suatu perusahaan dapat maju atau hancur akibat dari kualitas dan tingkah laku manusia yang ada di dalam perusahaan tersebut.
Seorang  pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kwalitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting dalam efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas–kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menseleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Dan bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, akan dicapai pengembangan efektifitas personalis dalam organisasi. Seseorang pemimpin selalu melayani bawahannya lebih baik dari bawahannya tersebut melayani dia. Pemimpin memadukan kebutuhan dari bawahannya dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.
Dalam sebuah bisnis untuk menjadi sukses, memerlukan manajemen yang baik yang hanya dapat disampaikan oleh manajer berpengalaman yang baik. Namun, dalam dunia yang penuh persaingan pada saat ini, keterampilan manajemen dasar tidak cukup untuk meraih sebuah keberhasilan, diperlukan lebih dari hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan Leadership Skill. Keterampilan kepemimpinan (Leadership Skill) yang baik dan efektif sangat penting untuk membangun, mendorong dan mempromosikan budaya dalam perusahaan yang kuat dan akhirnya mencapai kesuksesan. Sering kali, manajer disalahpahami untuk menjadi pemimpin yang, sebenarnya, adalah tidak benar. Seorang pemimpin dapat merupakan manajer, sedangkan tidak semua manajer memiliki jiwa pemimpin. Dengan demikian, keterampilan kepemimpinan diperlukan untuk memaksimalkan efisiensi dan mencapai tujuan organisasi.
Dalam perusahaan Ichiko Palembang yang merupakan perusahaan perdagangan barang-barang elektronik, tentunya efisiensi dan efektivitas kerja sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan bisnis di bidang elektronik memerlukan biaya permodalan yang tidak sedikit dan cendrung memiliki resiko yang cukup besar seperti kerusakan peralatan elektronik, garansi sparepart yang harus diberikan kepada konsumen dan banyak lagi hal-hal lainnya. Oleh karena itu seorang pemimpin harus dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik, khususnya dalam menata manajemen di perusahaan ini. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik dan perusahaan dapat mencapai tujuannya secara optimal.
Organisasi merupakan suatu kumpulan orang-orang yang saling bekerjasama dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tujuan organisasi adalah tercapainya suatu tujuan dimana individu-individu tidak dapat mencapainya sendiri. Dengan adanya sekelompok orang yang bekerjasama secara kooperatif dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil yang lebih dari pada dilakukan oleh satu orang. Dengan demikian tiang dasar dalam pengorganisasian yaitu prinsip pembagian kerja. Dalam mencapai tujuan organisasi banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya kualitas sumber daya manusia atau pegawai, metode kerja, lingkungan kerja dan fasilitas-fasilitas yang menunjang tercapainya tujuan.
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan yaitu terwujudnya efektivitas kerja yang positif. Untuk mewujudkan efektivitas kerja yang positif tentunya bukan merupakan usaha yang mudah, karena dipengaruhi beberapa faktor diantaranya : lingkungan kerja, tata ruang kantor, suasana kerja, gaya kepemimpinan dan komunikasi baik intern maupun ekstern dan lain sebagainya.
Apabila efektivitas kerja pegawai kurang optimal tentunya tujuan organisasi yang telah ditetapkan juga tidak akan dapat tercapai dengan baik. Hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajerial terutama pimpinan instansi, agar dapat sedini mungkin mengantisipasi dan berupaya meningkatkan kualitas manajemen sumber daya manusia yang ada pada lembaga tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian lapangan mengenai Pengaruh kepemimpinan terhadap efektivitas kerja karyawan yang ada di perusahaan Ichiko Palembang dalam sebuah skripsi yang berjudul, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Kerja Karyawan Perusahaan Ichiko Palembang”.


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG GAWAT DARURAT RSUP MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2012

Posted by with No comments


1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian yang utama saat ini. WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 36 juta (63 %) dari total 57 juta kematian di dunia pada tahun 2014 disebabkan oleh penyakit tidak menular, yang meliputi penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit pernafasan kronis. Penyakit tidak menular tersebut, tidak hanya terjadi pada usia tua, tapi juga terjadi pada usia muda. Negara dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah, 29 % dari seluruh kematian pada usia kurang dari 60 tahun disebabkan oleh penyakit tidak menular, sedangkan di negara maju adalah sebanyak 13 %. Proporsi kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular pada orang-orang yang berusia dibawah 70 tahun, paling banyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (39 %), diikuti kanker (27 %), kemudian penyakit pernafasan kronis dan penyakit tidak menular lainnya (30 %), dan yang terakhir adalah diabetes (4 %).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak lagi menghadapi double burden diseases, tetapi triple burden diseases. Maksudnya, penyakit menular masih menjadi masalah yang tak kunjung terselesaikan, munculnya penyakit menular lama (re-emerging diseases), timbulnya penyakit baru (new-emerging diseases), dan diperparah dengan penyakit tidak menular dengan kecenderungan yang semakin meningkat.
Penyakit jantung koroner atau disebut juga dengan penyakit arteri koroner terjadi bila pembuluh arteri koroner tersumbat atau menyempit karena endapan lipid atau lemak yang berada pada dinding arteri. Pengendapan ini terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan. Pengendapan atau penumpukan ini disebut dengan aterosklerosis yang bisa juga terjadi pada pembuluh darah lainnya, tidak hanya pada arteri koroner.
Penelitian tentang faktor risiko penyakit jantung koroner dimulai pada tahun 1948 di Kota Frammingham, yang dikenal dengan “Framingham Heart Study”, subyeknya adalah penduduk yang berusia 30-62 tahun sebanyak lima ribu orang lebih. Para ilmuan mencatat jenis kelamin, usia, beberapa parameter kimiawi darah, tekanan darah, dan kebiasaan hidup penduduk Framingham yang diperiksa secara rutin setiap 2 tahun. Tahun 1960-an, diketahuilah bahwa beberapa karakteristik pribadi, kondisi kesehatan dan kebiasaan hidup subyek penelitian merupakan faktorfaktor risiko kardiovaskular, istilah yang diungkapkan William Kannel sebagai kepala peneliti. Faktor risiko tersebut meliputi usia lanjut, jenis kelamin, riwayat penyakit, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus dan kebiasaan merokok.  
Faktor risiko pada penyakit jantung koroner dapat dikelompokkan menjadi 2, berdasarkan bisa atau tidaknya dimodifikasi, faktor risiko yang bisa dimodifikasi (modifiable) antara lain obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan stres, faktor yang tidak bisa dimodifikasi (nonmodifiable)  antara lain adalah umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, dan ras/etnis. Selain itu, faktor risiko penyakit jantung koroner juga ada yang digolongkan menjadi faktor risiko utama (merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes mellitus dan alkohol) dan faktor risiko tambahan (obesitas, keturunan, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan stres). )
Ras atau etnis sering dihubungkan dengan kejadian penyakit jantung koroner. Etnis minangkabau diduga memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit jantung koroner, hal ini karena kebiasaan etnis minangkabau dalam mengonsumsi sari kelapa atau santan. Sari kelapa atau santan mengandung lemak total atau lemak jenuh yang cukup tinggi, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Namun
penelitian membuktikan hal lain, bahwa konsumsi lemak total atau lemak jenuh dari sari kelapa bukanlah faktor risiko terjadinya penyakit jantung, tapi asupan makanan hewani, protein total, makanan yang mengandung kolesterol dan kurangnya karbohidrat nabati menjadi faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, dkk. membuktikan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang berhubungan terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes mellitus tipe 2.
Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa faktor lain seperti riwayat penyakit keluarga, dislipidemia, hipertensi, dan diabetes mellitus merupakan faktor yang berperan terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Faktor risiko tersebut diperparah dengan pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor pengetahuan atau tingkat pendidikan juga berperan pada kejadian penyakit jantung koroner, hasil penelitian membuktikan bahwa orang dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik mempunyai risiko 2,4 kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan orang dengan tingkat pengetahuan yang baik. Selain faktor risiko di atas, beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan antara penyakit periodontal dengan penyakit jantung koroner. Penyakit periodontal tersebut antara lain karies gigi dan oral hygiene status (status kebersihan gigi dan mulut).




Untuk lebih lengkap dapat menghubungi kami...!!


Asuhan keperawatan kanker paru

Posted by with No comments
Kanker Paru  atau Ca Paru adalah penyebab kematian utama pada laki – laki maupun perempuan di Amerika Serikat ( Price, 2006; 850 ). Kanker Paru merupakan salah satu jenis kanker yang sering ditemukan pada laki – laki. Kekerapan laki – laki terserang kanker paru dibandingkan wanita berkisar 3 – 5 : 1, kanker ini timbul pada umur diatas 40 tahun, sering kali pada umur 60 – 70 tahun ( Dalimartha,  2004 ;  57 ).
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker dan  pembunuh  nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Kanker Paru merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan prognosis yang sering kali buruk. kanker paru biasanya tidak dapat diobati dan penyembuhan hanya mungkin dilakukan dengan jalan pembedahan mampu bertahan selama 5 tahun ( Somantri, 2009 ; 112 )
Kanker Paru ( Karsinoma Bronkogenik ) adalah penyebab nomor satu kematian akibat kanker di negara industri. penyakit ini telah lama menduduki posisi ini untuk kaum laki-laki di Amerika Serikat, menyebabkan sekitar sepertiga kematian akibat kanker pada laki–laki, dan juga telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan. diperkirakan selama tahun 2002, akan terdapat 169.400 kasus baru kanker baru di dan sekitar 154.900 orang akan meninggal karena penyakit ini. laju peningkatan diantara kaum laki – laki telah melambat, tetapi pada perempuan lajunya terus meningkat (Robbins, 2007; 559).
Statistik ini jelas berkaitan dengan hubungan sebab akibat antara  merokok dan karsinoma bronkogenik. Insiden puncak kanker paru – paru terjadi pada usia antara 55 – 65 tahun, saat ini perbandingan laki – laki terhadap perempuan 2 : 1. Saat diagnosis, lebih dari 50 % pasien telah mengalami metastase jauh, sementara seperempat memperlihatkan penyakit di kelenjar getah bening regional (Robbins, 2007; 560).
Prognosis kanker paru buruk : angka kejadian 5 tahun untuk semua stadium kanker baru yang digabungkan dengan  14 % , bahkan pasien dengan penyakit terbatas di paru memiliki angka kesintasan 5 tahun hanya sekitar 45 %.
( Robbins, 2007; 559 ).
Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang paling sering ditemukan pada laki – laki. kekerapan laki – laki terserang kanker paru dibandingkan wanita berkisar 3 – 5 : 1. Kanker ini timbul pada umur diatas 40 tahun, sering kali pada umur 60 – 70 tahun.
Berdasarkan data yang dirilis International Agency for Research on Cancer, salah satu lembaga di bawah Badan Kesehatan Dunia PBB, penderita kanker dunia mencapai 12,7 juta orang pada tahun 2008 dan mengakibatkan kematian 7,6 juta penderita. Pada tahun 2030 diramalkan akan ada 21,4 juta kasus kanker baru dengan 13,2 juta kematian (Zenab, 2010).
Di Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit RK. Charitas Palembang, jumlah penderita Ca Paru pada tahun 2008 berjumlah 30 penderita, pada tahun 2009 berjumlah 29 penderita, pada tahun 2010 berjumlah 33 penderita dan pada tahun 2011 dari bulan Januari – Juli 2011 berjumlah 18 penderita ( Rekam Medis RS. RK. Charitas Palembang).
Peran perawat dalam proses penyembuhan bagi klien sangat dibutuhkan, misalnya perawat meningkatkan kerjasama dengan klien dan keluarga untuk menentukan rencana keperawatan dan mengatasi masalah keperawatan yang ada berdasarkan prioritas masalah yang dialami pasien. 
Di latar belakangi masalah tersebut, penulis mengambil Karya Tulis Ilmiah dengar judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. “N” dengan Gangguan Sistem Pernafasan ; Ca Paru