Sabtu, 24 November 2012

Hubungan pola pemberian ASI dengan Produksi ASI pada ibu meyusui pada bayi usia 1 – 2 Tahun di

Posted by with No comments
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian Bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada Bayi.
ASI Ekslusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa terjadwal dan tidak diberi makanan lain walaupun air putih sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan bayi diperkenalkan dengan makanan tambahan yang lain. Karena pada saat berumur 6 bulan sistem pencernaannya mulai matur.
Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan.  Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Linkages, 2010).
Meskipun usaha untuk meningkatkan pemberian ASI Eksklusif sangat gencar dilakukan tapi pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan. Hal tersebut tergambar dari cakupan pemberian ASI ekslusif 6 bulan hanya 39,5% dari keseluruhan bayi dan terdapat peningkatan pemakaian susu formula sampai 3 kali lipat antara 1997-2002. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2002-2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberi ASI ekslusif hanya 55% sementara itu pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 2 bulan hanya 64%. 60 % pada bayi berusia 2-3 bulan dan 14% pada bayi 4-5 bulan (Meutia, H, 2008). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Fikawati, 2010).
Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2010, baru ada 33,6 persen bayi umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Bahkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan, hanya 15,3 persen bayi umur kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif.  Secara nasional, jumlah konselor menyusui baru mencapai 2.921 orang. Jumlah ini masih terlalu kecil dari target yang dibutuhkan sekitar 9.323 konselor. Oleh karenanya, Pemerintah melalui Kementrian kesehatan mengupayakan agar setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan Rumah Sakit tersedia konselor menyusui untuk membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002–2003 hanya 4% bayi yang mendapat ASI dalam satu jam pertama kelahirannya, dan hanya 8% bayi di Indonesia yang mendapat ASI Eksklusif enam bulan, sementara target Pemerintah tahun 2010 ingin mencapai ASI Eksklusif sebanyak 80%. Hal ini disebabkan antara lain karena rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari Petugas Kesehatan, persepsi – persepsi sosial budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan pemasaran agresif oleh perusahan – perusahan susu formula yang tidak saja mempengaruhi para ibu namun juga Petugas Kesehatan (Baskoro, 2008).
Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting sebab dengan persiapan yang lebih baik maka ibu lebih siap untuk menyusui bayinya sehingga ibu hamil masuk dalam kelas Bimbingan Persiapan Menyusui (BPM). Demikian pula suatu pusat pelayanan ibu hamil yang dapat menunjang kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan ibu hamil yang dapat menunjang keberhasilan menyusui (Soetjiningsih, 2009).
Produksi dan pengeluaran ASI diatur oleh kerja hormon Prolaktin dan Oksitosin. Kedua hormon ini akan dihasilkan saat bayi menyusu. Sehingga kesimpulan kita adalah proses menyusui itu sendiri akan meningkatkan produksi dan pengeluaran ASI juga mempengaruhi tumbuh kembang anak, menyusui semau bayi dapat menjamin tercukupinya kebutuhan bayi (Syam, 2011).
Ada sejumlah tanda yang menunjukkan pada anda bahwa bayi tidak mendapat cukup ASI. Jika bayi anda disusui kurang dari delapan kali dalam waktu 24 jam, kencing sedikit yang bisa terlihat hanya dari beberapa popok saja yg diganti, mengeluarkan air kemih yang tampak mengandung "debu batu bata" berwarna kemerahan, atau buang air besar kurang dari satu kali dalam sehari sesudah menyusu, ada kecenderungan besar bahwa bayi mengalami masalah dengan kenaikan berat badannya. Produksi ASI atau asupan yang kurang memadai bagi bayi dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut: ketidakefektifan menempelkan mulut, pemberian ASI yang terjadwal, menyusu hanya dari satu payudara, bayi tidur lama, gaya hidup si ibu, pasokan asi yang tidak memadai (bidanku, 2011).
Produksi ASI yang sedikit disebabkan oleh karena adanya kelainan kelenjar mamae tetapi hal ini hanya 1% saja, penyebab utamanya adalah "supply by demand" yaitu persediaan cadangan air susu, dimana apabila ibu sering mengosongkan payudaranya dengan cara menyusui langsung maupun perah/ pompa ASI maka produksi ASI akan semakin banyak, jusru sebaliknya apabila ibu tidak menerapkan pola menyusui yang benar dengan frekuensi yang jarang menyusui anaknya dan menyelingi dengan susu formula maka kemungkinan besar produksi ASI akan berkurang (Syam, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa dewasa ini terdapat kecenderungan penurunan pemberian ASI  dan  ibu yang baru melahirkan cenderung menggantikan pemberian ASI dengan susu fomula di  masyarakat.  Hal ini diakibatkan kenaikan tingkat partisipasi  wanita dalam angkatan kerja  dan peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan susu  buatan serta luasnya distribusi susu  buatan terdapat kecenderungan menurunnya kesediaan menyusui maupun lamanya menyusui baik dipedesaan dan diperkotaan. Menurunnya jumlah ibu yang menyusui  sendiri bayinya  pada mulanya disebabkan oleh tidak keluarnya produksi ASI yang memadai untuk kebutuhan bayinya. Hal itu disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai pola pemberian ASI yang benar.  Meskipun  mereka menyadari pentingnya pemberian ASI tetapi budaya modern dan kekuatan  ekonomi yang semakin meningkat telah mendesak para ibu untuk segera menyapih  anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya.
 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pendahuluan dapat diketahui bahwa masih banyak ibu rumah tangga yang belum mengetahui secara benar bagaimana cara mempertahankan produksi ASI yang dibuyuhkan oleh bayinya, hal ini kemungkinan dikarenakan faktor pola pemberian ASI yang salah . Untuk itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, ”Hubungan pola pemberian ASI dengan Produksi ASI pada ibu meyusui pada bayi usia 1 – 2 Tahun di wilayah Kerja Puskesmas Sukarami Palembang Tahun 2012.
 
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis ingin mengetahui  adakah hubungan pola pemberian ASI dengan Produksi ASI pada ibu meyusui pada bayi usia 1 – 2 Tahun di wilayah Kerja Puskesmas Sukarami Palembang Tahun 2012
 
C.    Pertanyan Penelitan
Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan motivasi seorang perawat dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 tahun di RS.Muhammadiyah Palembang 2012.
D.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi seorang perawat dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 - 6 tahun di RS. Muhammadiyah Palembang 2012.
2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan motivasi seorang  perawat dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan di RS. Muhammadiyah Palembang 2012.
b.      Diketahuinya hubungan sikap dengan motivasi seorang perawat dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan di RS. Muhammadiyah Palembang 2012.
c.       Diketahuinya hubungan dukungan suami dengan motivasi perawat dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 – 6 bulan di RS. Muhammadiyah Palembang 2012.
 
E.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Bagi Instansi Kesehatan
Dapat menjadi masukan bagi instansi kesehatan, khususnya RS. Muhammadiyah dalam menjalankan program pemerintah tentang pemberian ASI Eksklusif dan menyediakan tempat untuk ibu menyusui anaknya.
2.      Manfaat Bagi Tenaga kesehatan / perawat
Dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan, khususnya tentang pemberian ASI eksklusif sehingga dapat memberikan support dan memotivasi kepada para perawat untuk dapat menjalankan program pemberian ASI eksklusif.
3.      Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi Mahasiswa STIKes Siti Khodijah Palembang.
4.      Manfaat Bagi Penelitian
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya tentang motivasi dalam pemberian ASI eksklusif.
 
F.     Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam lingkup keperawatan Maternitas. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat dalam pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-6 bulan. Variabel yang akan diteliti bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan suami dengan motivasi perawat dalam pemberian ASI. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, waktu penelitian  ini akan dilakukan pada bulan Juni 2012. Populasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah semua perawat yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
.

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG SEPTEMBER 2011

Posted by with No comments

UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
Program Studi DIII Kebidanan
Skripsi   September 2011

Lia Komalasari

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG SEPTEMBER 2011

xvi + 56 halaman + 6 lampiran + 3 tabel

ABSTRAK

Penggunaan kontrasepsi suntik adalah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan. Jenis kontrasepsi adalah 25 mg depomedroksiprogesteron asetat dan 5 mg sipionat yang diberikan secara injeksi im. Tujuan peneltian ini untuk menegetahui hubungan anatara pendidikan dan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan di puskesmas Ariodillah Palembang tahun 2011. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik accidental sampling. Sample dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memakai kontrasepsi di puskesmas Ariodillah Palembang yang berjumlah 85 respondent data ini dianalistis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji ehi-square dengan teknik komputerisasi. Hasil penelitian analisis univariat di dapatkan yang berpendidikan (≥SMA) sebanyak 42 orang (49,4%) sedangkan yang berpendidikan (<SMA) sebanyak 43 orang (50,6%), sedangkan respondent dengan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan yang pengetahuannya baik sebanyak 38 orang (44,7%) dan respondent dengan pengatahuan kurang baik sebanayk 47 orang (55,3%) dan ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan sebanayk 40 orang (47,1%) dan yang menggunakan kontrasepsi selain KB suntik 3 bulan sebanyak 45 orang (52,9%).
Dari analisis bivariat dengan chi-square menghasilkan hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, dengan nilai p value = 0,013 < 0,05 dan hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan nilai p value = 0,019 < 0,05. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan, disarankan kepada petugas kesehatan terutama bidan agar lebih meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi mengenai penggunaan alat kontrasepsi suntik KB hingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menjadi akseptor KB.

Daftar Pustaka          : 13 (2004-2010)
Kata kunci     :KB

Untuk skripsi hubungi kami rentalsinarmas@gmail.com